Powered by Blogger.
RSS

I Dreamed, Believed, and Made it Happen





Sejak melahirkan anak pertama, suami mulai melancarkan sinyal keberatannya kalau aku tetap bekerja. Padahal, aku mulai merintis karir sejak duduk di bangku semester 6 jaman kuliah dulu. Bahkan, sampai hamil 9 bulan aku masih tetap giat bekerja,bila perlu jam 9 pagi sampai jam 9 malam.
Tapi ridha suami itu ridhanya Allah, jadi walaupun dengan berat hati, aku mencoba turuti keinginannya untuk meletakkkan anak di prioritas utama.
Terbiasa produktif, jenuh sekali membayangkan aku harus diam dirumah tanpa mengerjakan apapun selain mengurus anak, aku merasa butuh suatu kegiatan untuk mengaplikasikan ide-ide di kepalaku.
Setelah mempertimbangkan beberapa bisnis lain, pilihanku jatuh ke bisnis salon muslimah dengan beberapa alasan ;
-Tidak terlalu formal, bisa membawa anak ke lokasi usaha
-Bisa  merawat diri secara gratis
-Dan tingkat resiko tidak terlalu besar

Tapi beberapa keterbatasanku menjadi kendala dalam memulainya ;
-Tidak punya modal
-Tidak mungkin menghandle sendiri, karena tenaga terbatas
-Tidak punya backgroud bisnis
-Tidak paham seluk beluk dunia persalonan

Adanya berbagai kendala itu tidak membuatku mundur, tapi malah menjadi pemicu semangat untuk memunculkan kreatifitas  dalam mengatasinya. Aku memutuskan untuk menunggu yang produktif. Apa itu menunggu produktif? Yaitu menunggu sampai semua kendala bisa kuatasi sambil melakukan apa yang sanggup aku lakukan terlebih dahulu. Diantaranya berdoa, berdoa, berdoa dan belajar, belajar, belajar.
Aku berdoa, apabila membuat salon muslimah ini baik untuk hidupku dan keluargaku, maka aku mohon untuk dimudahkan. Tapi jika memang  tidak akan membawa berkah, maka aku mohon untuk ditunjukkan pengganti yang lebih baik.
Sambil terus berdoa, aku belajar apa saja yang bisa menjadi bekal di dunia bisnis salon muslimahku kelak. Aku belajar sistem, layanan, interior, dan seluk beluk persalonan dengan cara pergi ke berbagaisalon muslimah, ngobrol dan banyak bertanya pada owner dan para kapster yang jawabannya kurekam dengan detail. Aku yang  sangat gagap teknologi pada waktu itu jadi bersemangat untuk belajar komputer dan internet, karena aku yakin ilmu ini akan menjadi bekal berharga dalam memulai bisnisku nanti.
5 tahun kemudian,sejak mimpiku pertama kali muncul,  Allah menjawab doa-doaku sekaligus mewujudkan mimpi yang kuyakini  menjadi nyata.
Salon muslimah yang kuimpikan, secara perlahan bermetamorfosis seperti kepompong menjadi kupu-kupu yang indah. Mulai dari layanan home service karena belum ada biaya untuk sewa tempat, meningkat ke sewa tempat sederhana di pinggir kota. Dan tahun ini memulai babak baru dimana Salon Muslimah Latifa menjelma menjadi Latifa, Mom&Baby Spa yang mampu menyewa tempat di pusat kota, dengan 5 orang terapist ditambah 2 orang pegawai freelance dengan layanan yang  semakin hari semakin lengkap, dan sistem yang semakin hari semakin rapi. Dan insha Allah akan berdampak pada omzeet yang semakin hari semakin meningkat. Amiiin….
Latifa, Mom & Baby Spa kini menjadi salah satu rizki yang kusyukuri, karena  saat Latifa bukan hanya ladang untuk menjemput rizki, tapi juga tempat berbagi dan silaturahmi.
Kini bukan lagi slogan Dream, Believe, and Make it happen di hatiku.
Tapi dengan penuh rasa syukur, I talk to my self “ I dreamed it, I believed in it, I've made It happen…”

Latifa,Mom & Baby  Spa

Griya Latifa, Jl. Borobudur Raya no.40 Perum 2 Karawaci 0813 1900 4904






  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Belajar Baca nya Gimana....??


Waktu Faiz umur dua tahunan, aku pernah kasih kartu baca balita. Waktu itu sedang trend balita belajar membaca. Tapi setelah ku fikir-fikir..ngapain yak bayi-bayi disuruh membaca..? kan belum butuh juga..
Jadi sejak saat itu aku nggak ngajarin baca lagi, secara khusus. 
Tapi setidaknya  aku jadi kenal istilah  Photographic Memory ; yaitu kemampuan recalling terhadap sesuatu benda, gambar atau tulisan yang pernah dilihat anak secara detail.
Photographic memory inilah yang jadi andalan anak-anakku dalam proses belajar membaca.
Pernah juga coba beliin buku belajar membaca, tapi Faiz nggak suka. Ya udah..sejak saat itu aku nggak berusaha mengajari membaca lagi.

Yang aku lakukan adalah fokus untuk memupuk minatnya terhadap kegiatan membaca.
Caranya gimana...?
 1. Membelikan dan membacakan buku-buku yang menarik 
Beli bukunya nggak harus baru kok, banyak buku second yang berkualitas. Setelah dibeli, aku bacakan    secara rutin, setiap hari. Kegiatan membaca bersama itu, alhamdulillah membuatnya mereka jadi suka membaca. Karena paham manfaatnya, bahwa dengan membaca, kita jadi tau banyak hal menarik.
Sekarang sih, udah pada baca sendiri-sendiri.., tinggal si kecil Aubrey (2th) yang masih semangat minta dibacain buku tiap hari.

2. Membaca apa saja, dimana saja
Jadi kami ini dimana-mana membaca, dari mulai papan nama jalan, reklame, bungkus biskuit, dan yang paling menyenangkan dan bikin mereka semangat adalah...membaca menu favorit di restoran.

Cara tersebut ternyata lumayan efektif untuk membuat anak-anak belajar membaca secara alami, menyenangkan, dan sama-sekali tanpa paksaan.
Jadi walaupun idealnya anak-anak belajar calistung di usia 7 tahun, anak-anakku sudah lancar membaca di usia 5 tahun. Ada akselerasi karena terdesak kebutuhan, yaitu membaca petunjuk lego dan game di komputernya. 

Cara ini efektif di anak-anakku, tapi belum tentu ideal ya buat anak yang lain. Karena tiap anak punya karakter unik yang berbeda satu sama lain. Kadang ada juga anak yang semangat  kursus calistung. Buatku sekarang ini sih..berusaha untuk nggak men-judge bahwa cara yang berbeda itu nggak baik.
Yang paling tau anaknya adalah ibunya, dan yang paling penting adalah anak bahagia menjalaninya.
   

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS